Phobia

Minggu, 20 Maret 2011

Provinsi Aceh

Sejarah Perkonomian Aceh

Struktur ekonomi Aceh telah berubah secara signifikan sejak tahun 2003. Berkurangnya produksi minyak dan gas dan industri pengolahan lain yang terkait sejak tahun 2003 terjadi semakin cepat. Bagian dari sektor layanan (bangunan, perdagangan, transportasi), yang sedang tumbuh sebelum tsunami, telah bertambah sebagai hasil dari rekonstruksi yang mendorong pemulihan ekonomi yang masih lemah di Aceh dan kini merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan Aceh sangat kuat pada tahun 2006 dan 2007 sebesar 7,7 persen dan 7 persen, untuk berikutnya (tidak termasuk minyak dan gas). Angka tahun 2008 menunjukkan pertumbuhan di provinsi ini sebesar 8 persen. Karena kegiatan rekonstruksi telah mencapai tahap penyelesaian dan sektor yang tidak terkait dengan upaya rekonstruksi (pertanian, industri pengolahan, minyak dan gas) memperlihatkan kinerja yang sedikit lebih tinggi. Turunnya tekanan ekonami akan terus berlangsung dengan menipisnya cadangan minyak dan gas dan dampak krisis ekonomai dunia. Walaupun beberapa kegiatan masih berjalan, upaya rekonstruksi secara keseluruhan telah selesai dan kurangnya tambahan di beberapa sektor (perdagangan, bangunan) masih bisa terlihat tahun 2009. Produksi yang tergantung pada permintaan dunia seperti kopi juga akan mengalami penyusutan seperti yang terjadi dibanyak negara berkembang dalam usahanya untuk keluar dari resesi tahun 2009.

Sektor pertanian dan industri pengolahan masih stagnan. Berakhirnya konflik dan adanya bantuan yang berhubungan dengan upaya rekonstruksi telah sedikit meningkatkan produksi pertanian tetapi pertumbuhannya masih sangat kecil sekitar 0,8 persen. Industri pengolahan yang terkait erat dengan ketersediaan gas yang murah, juga ikut menurun dengan konsisten pada lima tahun terakhir, dengan pertumbuhan negatif lebih dari 40 persen di tahun 2008.

Menciptakan lapangan pekerjaan yang berkesinambungan masih merupakan tantangan utama. Rekonstruksi telah menciptakan kesempatan kerja jangka pendek, khususnya dalam sektor konstruksi dan jasa-jasa, tetapi sektor primer dan sekunder belum mampu menciptakan kesempatan kerja secara signifikan.

Sejak pertengahan tahun 2008, angka inflasi menjadi lebih rendah daripada angka inflasi nasional. Setelah mencapai puncaknya pada tahun 2005, pada saat upaya rekonstruksi dimulai, angka inflasi masih tetap tinggi selama beberapa tahun. Tahun 2008, lambannya dalam rekonstruksi dan jaringan penyuplai yang sudah pulih menghasilkan inflasi yang relatif rendah. Pada bulan Febuari 2009, IHK sebesar 5,9 persen, dibawah tingkat nasional yakni sebesar 8,6 persen dan dibawah 7,7 persen di Medan. Inflasi akan terus mengikuti trend yang menurun. Berdasarkan permintaan, setempat dan dunia, harga komoditas yang diratakan menurun lebih jauh, inflasi akan terus berlanjut tapi tidak membahayakan.

Upaya rekonstruksi sekarang berfokus pada pembangunan jangka panjang yang berkesinambungan, termasuk memperkuat instistusi dan masyarakat agar bisa melakukan peran penting dalam pengambilan keputusan untuk masa depan Aceh. Bank Dunia dengan dukungan keuangan dari Bantuan Pembangunan Internasional Pemerintah Denmark, mendukung pemerintah Aceh dan Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) dalam upayanya untuk mempromosikan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan seperti itu perlu dasar yang luas dan meyakinkan keberadaan hidup tidah hanya untuk orang Aceh saja sekarang, tetapi juga untuk generasi Masyarakat Aceh yang akan datang.

Untuk membantu mengatur transisi dari rekonstruksi ke pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan, Bank Dunia bekerja dengan BRR dan pemerintah daerah dengan tujuan sebagai berikut :

• Membuat pilihan-pilihan kebijakan ekonomi dan lingkungan yang lebih baik melalui pembentukan upaya kerja/bermacam-macam kegiatan untuk membahas masalah-masalah ekonomi;
• Memahami lebih baik dampak tsunami dan rekonstruksi terhadap kemiskinan, ingkungan dan ekonomi melalui pengawasan sistematis terhadap konsep dasar lingkungan dan ekonomi;
• Memberikan input dan masukan-masukan terhadap kebijakan untuk strategi pembangunan ekonomi komprehensif yang berkesinambungan, khususnya yang menangani transisi dari rekonstruksi ke pembangunan jangka panjang; dan
• Meninggalkan sistem yang lebih baik bagi lembaga-lembaga di Aceh untuk melanjutkan kegiatan sebelumnya dengan menganalisa dan mengawasi kinerja ekonomi dan kualitas lingkungan hidup dengan meneruskan upaya sebelumnya untuk memperkuat kapasitas analisis lembaga pemerintahan dan akademis dan berbagai isu yang terkait dengan ekonomi dan lingkungan sekaligus menyediakan forum diskusi.

PAD Provinsi Aceh

Pendapatan Asli Daerah Banda Aceh pada tahun 2010 adalah Rp 52.276.367.773. PAD Aceh ini didapat dari hasil Pajak Daerah Rp 25.673.074.261 4, Hasil Retribusi Daerah Rp 16.450.560.000, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Rp 720.441.012, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Rp 9.432.292.500.

Hambatan Pembangunan di Aceh

Hambatan pembangunan di Aceh salah satunya adalah kemiskinan. Sebelum tsunami angka kemiskinan di Aceh sebesar 28,4 persen berdasarkan populasi tahun 2004, cukup lebih besar daripada daerah lain di Indonesia sebesar 16,7 persen. Angka kemiskinan meningkat setelah tsunami sebesar 32,6 persen. Pada tahun 2006 tingkat kemiskinan turun dibawah tingkat sebelum tsunami 26,5 persen, difasilitasi oleh kegiatan rekonstruksi dan berakhirnya konflik.

Kemiskinan di Aceh sedikit meningkat pada tahun 2005, namun masih jauh lebih tinggi dari daerah-daerah lain di Indonesia, yang merupakan suatu prestasi yang luar biasa kalau dilihat dari besarnya tsunami tahun 2004. Kemiskinan kemudian turun pada tahun 2006 sampai dibawah tingkat sebelum tsunami dan pertumbuhan ekonomi mulai memulih, membalikkan trend dalam meningkatkan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan. Pujian yang bisa diberikan pertama-tama dan yang paling utama pada ketabahan masyarakat Aceh. Saling membantu memberikan perlindungan setelah tsunami, mereka mulai tugas membangun kembali kehidupan mereka dan mencari kesempatan perdamaian. Pemerintah daerah dan pusat juga pantas menerima pujian ini selain menghadapi kesulitan dalam mengawasi salah satu upaya rekonstruksi yang paling besar yang pernah terjadi-dan satu satunya yang telah berhasil dilakukan dengan sangat baik. Akhirnya LSM dan komunitas internasional juga seharusnya didorong oleh peristiwa yang terjadi di Aceh. Mereka membantu pemerintah Indonesia dalam mencegah krisis kemanusiaan utama dan mitra yang sangat bisa dipercaya oleh pemerintah pusat dan daerah dalam membangun kembali provinsi ini.

Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pembangunan

Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu daerah adalah tersedianya cukup Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Merujuk pada amanat UUD 1945 beserta amandemennnya (pasal 31 ayat 2), maka melalui jalur pendidikan pemerintah secara konsisten berupaya meningkatkan SDM penduduk Indonesia. Program Wajib Belajar 6 tahun dan 9 tahun, Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), dan berbagai program pendukung lainnya adalah bagian dari upaya pemerintah mempercepat peningkatan kualitas SDM, yang pada akhirnya akan menciptakan SDM yang tangguh, yang siap bersaing di era globalisasi.

Selain pendidikan, kesehatan juga menjadi salah satu faktor dalam keberhasilan pembangunan. Pembangunan bidang kesehatan meliputi seluruh siklus atau tahapan kehidupan manusia. Bila pembangunan kehidupan berhasil dengan baik maka secara langsung atau tidak langsung akan terjadi peningkatan kesejahteraan rakyat. Mempertimbangkan bahwa pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dari ajang peningkatan SDM penduduk Indonesia, maka program-program kesehatan telah dimulai atau bahkan lebih diprioritaskan pada generasi penerus, khusus calon bayi dan anak dibawah lima tahun (balita).

Produk-produk Unggulan Provinsi Aceh

Banyak usaha-usaha yang dilakukan dan dikembangkan oleh masyarakat Aceh sehingga menghasilkan produk-produk unggulan khas Provinsi Aceh. Produk-produk tersebut meliputi hasil-hasil kekayaan alam, kuliner dan juga keterampilan dari masyarakatnya. Kuliner yang sangat terkenal di provinsi ini adalah abon ikan, dendeng ikan, dendeng aceh, krupuk melinjo, dll. Sedangkan kekayaan alam yang terkenal di Aceh adalah ikan, kepiting sangkak, bubuk kopi, mangga, jamur merang, dll. Produk unggulan dari Aceh yang lainnya adalah tas bermotif khas Aceh, Souvenir khas Aceh, kerajinan dari rotan, dan masi banyak lagi yang lainnya yang dapat menambah pundi-pundi pendapatan asli daerah provinsi ini.

Walikota dan Wakil Walikota Provinsi Aceh

Walikota provinsi Aceh saat ini adalah Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc . Beliau lahir di Sigli, 30 Mei 1954 dan menjabat sebagai walikota Aceh sejak 19 Februari 2007 s/d sekarang. Sedangkan Wakil Waikota provinsi Aceh adalah Hj. Illiza Sa'aduddin Djamal, SE. Beliau lahir di Banda Aceh, 31 Desember 1973 dan menjabat sebagai wakil walikota Aceh sejak 19 Februari 2007 s/d Sekarang



Sumber :
http://www.bandaacehkota.go.id
http://aceh.bps.go.id/ada2010/sosial.html
http://web.worldbank.org/wbsite/external/countries/eastasiapacificext/indonesiainbahasaextn/0,,contentMDK:21871067~pagePK:141137~piPK:141127~theSitePK:447244,00.html

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Banda Aceh itu Kota bukan provinsi
jadi yang Mawardi Nurdin adn Illiza itu walikota dan wakil walikota Banda Aceh

Tks