Phobia

Sabtu, 23 Juni 2012

Hak Cipta

Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.19 tahun 2002 tentang hak cipta,dinyatakan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Sedangkan pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak tersebut diatas.


Hak cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait. Sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta telah dialihkan.


Hak cipta dianggap sebagai benda bergerak, sehingga hak cipta dapat dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Hak cipta yang dimiliki oleh pencipta yang setelah penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan hak cipta tersebut tidak dapat disita kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum. 


Ciptaan yang Dilindungi 


Dalam Undang-Undang, ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang mencakup:
  • Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain.
  • Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu
  • Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
  • Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
  • Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan pantomim
  • Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan.
  • Arsitektur
  • Peta
  • Seni batik
  • Fotografi
  • Sinematografi
  • Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan. 
 
Perlindungan Hak Cipta 
 
Perlindungan terhadap suatu ciptaan timbul secara otomatis sejak ciptaan itu diwujudkan dalam bentuk nyata. Pendaftaran ciptaan tidak merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya akan mendapat surat pendaftaran ciptaan yang dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa dikemudian hari terhadap ciptaan tersebut. Perlindungan hak cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreatifitas atau keahlian, sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca atau didengar. 
 
Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta 
 
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu yang berbeda-beda dalam yurisdiksi  yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali di umumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran , atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh negaraatas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU No. 19 tahun 2002 bab III dan pasal 50) 
 
Pendaftaran Hak Cipta di Indonesia 
 
Sesuai yang diatur pada bab IV UU hak cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan  oleh Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah Kementrian hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung  ciptaannya melalui konsultan HKI. Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI.

Sumber :
Buku Hukum dalam Ekonomi (edisi II), karangan Elsi Kartika Sari, S.H., M.H. dan Advendi Simanunsong, S.h., M.M. terbitan Grasindo, Jakarta

Perlindungan Konsumen

Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang-Undang no. 8 tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain.

Asas dan tujuan

Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yakni asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan konsumen, serta asas kepastian hukum.

1.  Asas manfaat
Adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2.  Asas keadilan
Adalah memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3.   Asas keseimbangan
Adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.

4.  Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Adalah untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5.   Asas kepastian hukum
Yaitu baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.

Tujuan perlindungan konsumen:
  • Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
  • Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari pengaruh negatif pemakaian barang dan atau jasa.
  • Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
  • Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
  • Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan,keamanan dan keselamatan konsumen.

Hak dan kewajiban konsumen

Berdasarkan pasal 4 dan 5 Undang-Undang No.8 tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen adalah sebagai berikut:

Hak konsumen 
  • Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa 
  • Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan 
  • Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa 
  • Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan 
  • Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut 
  • Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen 
  • Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial lainnya. 
  • Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya 
  • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban konsumen 
  • Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan dan keselamatan 
  • Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa 
  • Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati 
  • Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Hak dan kewajiban pelaku usaha

Berdasarkan pasal 6 dan 7 UU No.8 tahun 1999, hak dan kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut:

Hak pelaku usaha 
  1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan 
  2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik 
  3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen 
  4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan 
  5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Kewajiban pelaku usaha 
  1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya 
  2. Melakukan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan. 
  3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku usaha dilarang mmbeda-bedakan konsumen dalam pemberian pelayanan ; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen. 
  4. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku 
  5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang yang dibuat dan atau diperdagangkan 
  6. Memberi kompensasi , ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang diperdagangkan 
  7. Memberi kompensasi ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai degan perjanjian

Tanggung jawab pelaku usaha

Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung gugat produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari produk yang cacat, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan/jaminan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha.

Di dalam UU no.8 tahun 1999 diatur oleh pasal 19 sampai dengan pasal 28. Dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau di perdagangkan dengan pemberian ganti rugi atas kerusakan atau kerugian konsumen. Bentuk ganti rugi dapat berupa pengembalian uang,penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai degan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara itu pasal 20 dan 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 membuktian bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19.

Sanksi

Sanksi yang diberikan oleh UU no.8 tahun 1999, yang tertulis dalam pasal 60 sampai pasal 63 dapat berupa sanksi administratif dan sanksi pidana pokok, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen serta kewajiban penarikan barang dari peredaran atau pencabutan izin usaha.



Sumber: Buku Hukum dalam Ekonomi, karangan Elsi Kartika Sari, S.H., M.H. dan Advendi Simanunsong, S.h., M.M.  terbitan Grasindo jakarta 2007

Sabtu, 02 Juni 2012

Contoh Perusahaan yang Pailit


Tujuh Pabrik Komputer Lokal Gulung Tikar


JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam tiga tahun terakhir jumlah pabrik komputer di Indonesia terus menyusut. Dari semula 12 perusahaan, kini tinggal 5 perusahaan saja. Penerapan bea masuk nol persen bagi produk komputer jadi menjadi pemicu utamanya. Pemerintah diminta meninjau ulang kebijakan tersebut.
Hal tersebut dikemukakan Wakil Ketua Umum Kadin bidang Teknologi Informasi dan Telekomunikasi Didie W Soewondho di Jakarta, Selasa (15/3/2011). ”Bagaimana tidak kolaps kalau bea masuk komputer jadi diturunkan hingga nol persen. Industri kita belum bisa bersaing. Mereka memilih menutup usaha daripada melanjutkannya dengan penjualannya sangat rendah,” paparnya.
Beberapa merek lokal yang saat ini masih eksis adalah Zyrex, Advan, Byon, dan Ion. Membanjirnya produk komputer impor sekaligus komputer selundupan telah mengubah semangat industri menjadi semangat dagang. ”Para pemilik usaha komputer lokal akhirnya hanya menjadi pedagang saja. Semangatnya untuk menjadi industrialis sudah padam,” tuturnya.
Menurut Didie, pemerintah seharusnya membebaskan bea masuk impor untuk komponen komputer. Namun yang terjadi, pemerintah justru menerapkan bea masuk sebesar 5-10 persen bagi komponen komputer rakitan. Padahal, pemain komputer rakitan sangat banyak dan hampir semuanya merupakan UKM.
Di Indonesia, jumlah UKM yang bergerak di perakitan komputer berkisar 5.000 unit. Sebagian besar komputer yang digunakan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah, adalah jenis rakitan. ”Kalau bea masuknya saja 5-10 persen, bagaimana mereka bersaing dengan komputer jadi yang bea masuknya nonpersen,” katanya.
Didie mengatakan, pihaknya akan segera melaporkan masalah tersebut ke menteri perekonomian. Dia berharap menteri perekonomian bisa berkoordinasi dengan kementerian yang terkait dengan kebijakan tersebut.
Kebutuhan komputer di Indonesia per tahun mencapai 12 juta unit. Dari jumlah tersebut sebanyak 60 persen dipenuhi dari produksi dalam negeri, baik rakitan maupun komputer jadi. Sisanya dari komputer impor, terutama dari China. Dibandingkan jumlah penduduk, yang sudah menembus 230 juta, angka penetrasi komputer di Indonesia masih sangat rendah, yakni berkisar 5 persen. ”Ke depan, pangsa komputer masih sangat terbuka lebar. Di Thailand, penetrasi komputer tiap tahun sekitar 55 persen dari total jumlah penduduk,” katanya.
Harus diperkuat
Menurut Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto, sektor industri komputer harus dipersiapkan untuk menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015. ”Industri dalam negeri harus diperkuat. Jika tidak, pasar potensial kita akan diambil negara lain. Banyak negara yang mengincar pasar Indonesia karena potensi jumlah penduduk yang cukup banyak,” ujarnya.
Dia menambahkan, dengan kepemimpinan Indonesia di ASEAN saat ini seharusnya Indonesia bisa lebih banyak melakukan pembenahan internal untuk menyongsong masyarakat ekonomi ASEAN. ”Jadi, fokusnya jangan hanya pada regional, tetapi juga internal sendiri,” katanya.

Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/03/16/10331922/Tujuh.Pabrik.Komputer.Lokal.Gulung.Tikar

Pengertian dan Syarat Kepailitan

Latar Belakang
Peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak masa lampau, dimana para kreditor menggunakan pailit untuk mengancam debitor agar segera melunasi hutangnya. Semakin pesatnya perkembangan ekonomi menimbulkan semakin banyaknya permasalahan utang-piutang di masyarakat. Di Indonesia, peraturan mengenai kepailitan telah ada sejak tahun 1905. Saat ini, Undang-Undang yang  digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kepailitan adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”).
Pengertian Kepailitan
Pengertian dari bangkrut atau pailit menurut Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan antara lain, keadaan dimana seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bankrupt dan yang aktivanya atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya. Sedangkan, kepailitan menurut UU Kepailitan diartikan sebagai sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Syarat dan Putusan Kepailitan
Bilamana suatu perusahaan dapat dikatakan pailit, menurut UU Kepailitan adalah jika suatu perusahaan memenuhi syarat-syarat yuridis kepailitan. Syarat-syarat tersebut menurut Pasal 2 UU Kepailitan meliputi adanya debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Kreditor dalam hal ini adalah kreditor baik konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Sedangkan utang yang telah jatuh waktu berarti kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihan sesuai perjanjian ataupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase.
Permohonan pailit menurut UU Kepailitan dapat diajukan oleh debitor, satu atau lebih kreditor, jaksa, Bank Indonesia, Perusahaan Efek atau Perusahaan Asuransi.

Sumber : http://www.hukumkepailitan.com/2012/01/04/pengertian-dan-syarat-kepailitan/